*** BEST SOUND SYSTEM JAKARTA, Jl. Asembaris Raya F. Barat no.40A Kebonbaru Tebet, Jakarta Selatan (12830) Telp: 62.021.83705116 ***

Selasa, 17 Februari 2015

MONUMEN DAN PATUNG DI JAKARTA (5)

22. MONUMEN ASEAN / PEACE (Perdamaian)-INDONESIA
Lokasi: Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat
Patung Peace karya Sunaryo yang mewakili Indonesia dalam solidaritas Monumen ASEAN yang ada di Taman Suropati.

23. MONUMEN ASEAN / REBIRTH (Kelahiran Kembali)-PHILIPINA
Lokasi: Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat
Patung Rebirth karya Luis E. Yee Jr (Junvee) dari Philippines terletak di pojok taman yang dekat dengan Jl. Diponegoro dan Jl. Imam Bonjol. Cungkup yang didalamnya terdapat patung Rebirth merupakan satu-satunya tempat berpeneduh di Taman Suropati, selain Pos Jaga.

24. MONUMEN ASEAN / HARMONY (Keharmonisan)-BRUNEI DARUSSALAM
Lokasi: Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat
Patung Harmony karya Awang Hj. Latif Aspar dari Brunei Darussalam terlihat di salah satu bagian Taman Suropati.

25. MONUMEN ASEAN / FRATERNITY (Persaudaraan) –THAILAND
Lokasi: Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat
Patung Fraternity, karya Nonthivathn Chandhanaphalin. Pematung yang lahir pada 16 Oktober 1946 ini adalah juga dosen di Sculpture Department, Faculty of Painting Sculpture and Graphic Arts, Silpakorn University, Bangkok, Thailand. Ia juga menjadi President of The Thai Sculptor Association sejak tahun 1982.

26. MONUMEN ASEAN / THE SPIRIT OF ASEAN (Semangat ASEAN)-SINGAPURA
Lokasi: Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat
Spirit of ASEAN karya Wee Beng Chong. Seniman dan perupa patung terkenal yang lahir di Singapura pada 22 November 1938 ini adalah penerima pertama the Cultural Medallion pada 1979 yang digagas oleh Ong Teng Cheong, Presiden, dan kemudian Menteri Kebudayaan Singapura.

27. MONUMEN ASEAN / PEACE, HARMONY, AND ONE-MALAYSIA
Lokasi: Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat

28. MONUMEN IKADA (19 September 1945)
Ikada bukan nama salah seorang Pahlawan Indonesia, tapi nama dari sebuah Lapangan yang sekarang terkenal dengan nama Lapangan Monas. Ikada singkatan dari Ikatan Atlet Djakarta. Di lapangan inilah,  satu bulan setelah Republik Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, tepatnya pada 19 September 1945, Presiden Pertama Indonesia Ir. Soekarno memberikan pidato singkat di hadapan ribuan rakyat. Acara ini sekaligus sebagai peringatan 1 bulan Proklamasi Kemerdekaan. Karena banyaknya massa yang hadir rapat itu disebut dengan Rapat Raksasa IKADA.
Sebagian sumber menyatakan massa yang hadir pada hari itu mencapai lebih dari 300.000 orang. Jumlah sebanyak ini sempat dikhawatirkan oleh Jepang yang segera mengepung Lapangan Ikada dengan senjata lengkap. Namun kenyataannya massa dapat terkendali secara baik dan tertib pulang ke tempatnya masing-masing setelah diperintahkan oleh Bung Karno. Tak banyak yang diucapkan Bung Karno pada pidatonya di rapat raksasa itu. Namun, apa yang tersirat dalam pidato singkat tersebut dianggap sebagai momen penting dalam sejarah Republik Indonesia.
Untuk mengenang peristiwa Rapat Raksasa tersebut, didirikanlah Monumen IKADA. Monumen ini menggambarkan sosok lima pemuda, jumlah minimal yang dapat menggambarkan himpunan massa dengan sikap tekad, berani, optimistis, dengan memancangkan bendera Merah Putih.
Monumen ini selesai dibangun pada 1 Februari 1988, peletakan batu pertamanya pada 19 September 1987, dan diresmikan pada 20 Mei 1988 oleh Gubernur DKI Jakarta, Wiyogo Atmodarminto. Gagasan pendirian monumen ini berasal dari Dewan Harian Daerah Angkatan 45, dan disambut baik ide itu oleh Gubernur DKI saat itu, R. Suprapto.
Monumen IKADA dirancang oleh Sunaryo, seorang doset ITB dan pematung terkenal. Patung tersebut dibuat dengan gaya modern. Bagian pertama monumen adalah plaza dengan ukuran 19X19 m yang melambangkan tanggal 19, kemudian landasan dengan tinggi 4 m, serta patung manusia setinggi 5 m, mengandung arti 4+5=9, angka 9 berati bulan September atau 4 dan 5 analog dengan tahun 45 atau 1945. Landasan ini dibagi menjadi 7 segmen yang melambangkan Sapta Patria Seni Nilai Perjuangan, yang terdiri dari nasionalisme, patriotisme, heroisme, pantang menyerah, kebersamaan, tanpa pamrih dan percaya diri. Bahan untuk membuat patung adalah tembaga ketok dengan ketebalan 2-3 mm dengan lama pembuatan 5 bulan.
29. MONUMEN NASIONAL (MONAS)
Monumen Nasional atau yang populer disingkat dengan Monas atau Tugu Monas adalah salah satu dari monumen peringatan yang didirikan untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah Belanda.
Monumen Nasional yang terletak di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, dibangun pada dekade 1961an. Tugu Peringatan Nasional dibangun di areal seluas 80 hektar. Tugu ini diarsiteki oleh Soedarsono dan Frederich Silaban, dengan konsultan Ir. Rooseno, mulai dibangun Agustus 1959, dan diresmikan 17 Agustus 1961 oleh Presiden RI Soekarno. Monas resmi dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975.
Pembagunan tugu Monas bertujuan mengenang dan melestarikan perjuangan bangsa Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan 1945, agar terbangkitnya inspirasi dan semangat patriotisme generasi saat ini dan mendatang.
Tugu Monas yang menjulang tinggi dan melambangkan lingga (alu atau anatan) yang penuh dimensi khas budaya bangsa Indonesia. Semua pelataran cawan melambangkan Yoni (lumbung). Alu dan lumbung merupakan alat rumah tangga yang terdapat hampir di setiap rumah penduduk pribumi Indonesia.
Lapangan Monas mengalami lima kali penggantian nama yaitu Lapangan Gambir, Lapangan Ikada, Lapangan Merdeka, Lapangan Monas, dan Taman Monas.
Di sekeliling tugu terdapat taman, dua buah kolam dan beberapa lapangan terbuka tempat berolahraga. Pada hari-hari libur, Minggu atau libur sekolah banyak masyarakat yang berkunjung ke sini.
(Lihat juga disini, disini atau disini)

Jumat, 13 Februari 2015

MONUMEN DAN PATUNG DI JAKARTA (4)

16. PATUNG MOH. HOESNI THAMRIN
Patung Muhammad Hoesni Thamrin  yang berwarna emas ini diresmikan pada tahun 1987 oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, R. Soeprapto. Terletak di Jl. Kenari II, Kel. Kenari, Kec. Senen, Jakarta Pusat di pelataran Museum Mohammad Hoesni Thamrin. Sayang sekali keberadaannya kurang dikenal masyarakat umum karena letaknya tidak di tepi jalan besar, hanya orang-orang tertentu yang berkunjung ke museum itu saja yang mengetahuinya.
Muhammad Hoesni Thamrin adalah putra asli Betawi kelahiran Sawah Besar, Batavia, pada 16 Februari 1894 yang dianugerahi gelar Pahlawan Pergerakan Nasional oleh Presiden Soekarno pada 29 Juli 1960, yang telah memperjuangkan nasib kaum Betawi melalui jalan politik sampai ke tingkat nasional.

17. PATUNG MOH. HOESNI THAMRIN
Patung Mohammad Hoesni Thamrin yang berdiri megah di persimpangan jalan yang bernama sama, yakni Jl. M.H. Thamrin dengan Jl. Medan Merdeka Selatan ini diresmikan pada 3 Juni 2012 oleh Gubernur DKI Jakarta Dr. Ing. H. Fauzi Bowo dalam rangka menyambut Hari Jadi Jakarta yang ke-485.
Patung berbahan perunggu karya pematung Ketut Winata ini memiliki tinggi 4,5 meter, berdiri di atas pondasi setinggi 2,5 meter. Patung ini memperlihatkan sosok seorang M.H. Thamrin yang adalah pentolan organisasi Kaoem Betawi dan pemimpin Parindra, sebagai politikus intelektual yang patut diteladani seluruh warga Indonesia. Banyak masyarakat Betawi yang menyebutnya sebagai ‘Pahlawan Betawi’.
Di depan pondasi patung ini, terdapat dua pelat berwarna emas. Pelat di atas terdapat tulisan “Rasa keadilan yang dibangun dewasa ini sangatlah sulit untuk dicari…. Kepercayaan kepada keputusan pengadilan termasuk salah satu sandaran utama negara yang sangat penting, tetapi dengan banyaknya keraguan terhadap kenetralan institusi pengadilan, pemerintah akan kehilangan salah satu pilar terkuat untuk memelihara kedaulatan hukum. (M.H. Thamrin, Handelingan Volksraad, 1930–1931)”.
Sedangkan pelat di bawah bertuliskan “Kekuatan daya pikir, ketajaman visi, dan kearifan jadi diri yang melatari Mohammad Husni Thamrin sebagai manusia Indonesia sejati menjadi ciri sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Mohammad Husni Thamrin…. Bunga bangsa putera Betawi…. Tidak lekang oleh zaman dengan ungkapan-ungkapan dan pandangannya hingga kini. (Jakarta, 22 Juni 2012, Fauzi Bowo, Gubernur Provinsi DKI Jakarta)”.

18. PATUNG DADA ISMAIL MARZUKI
Patung Ismail Marzuki berbentuk patung dada (bergaya torso) dengan bahan perunggu yang diletakkan di halaman depan dekat pintu masuk Taman Ismail Marzuki (TIM) di Jalan Cikini Raya Jakarta Pusat ini dibangun bertujuan sebagai tanda peringatan atas jasa-jasa Ismail Marzuki kepada negara di bidang seni. Dia berjuang untuk kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia. Atas jasa-jasanya itu, Pemerintah DKI Jakarta membuat patung peringatannya pada 1984. Patung Ismail Marzuki diprakarsai dan dibuat oleh Sanggar Seni ARSTUPA dibawah pimpinan Arsono.
Ismail marzuki dilahirkan 11 Mei 1914 di kwitang, Jakarta Pusat. Sejak kecil dia sudah pandai mengaji dan memainkan bermacam-macam alat musik. Cacatan sejarah hidupnya adalah lagu-lagu hasil ciptaanya yang sampai sekarang masih bisa dinikmati.
Selain komponis, Ismail Marzuki juga sangat suka akan pidato-pidato yang dibawakan Bung Karno, H. Agus Salim dan Muhammad Husni Thamrin. Dari pidato-pidato itulah jiwa pejuangnya menjadi tumbuh, untuk menyatukan diri dalam suatu pergerakan nasional.

19. PATUNG DADA CHAIRIL ANWAR
Pernah dengar puisi Karawang-Bekasi yang terkenal itu? Penyairnya adalah Chairil Anwar. Seorang pujangga terhebat di negeri ini, yang sangat piawai dan hebat dalam merangkai kata dan membuat puisi. Untuk memperingatinya pemerintah telah membangun patung dada sang pujangga di lapangan Monas, tepatnya di depan Mahkamah Agung. Meski hanya seorang seniman puisi, Chairil Anwar telah menularkan gairah semangat perjuangan kepada para pejuang melalui kata-katanya. Karyanya pun masih dikagumi oleh penikmat seni hingga sekarang.
Chairil Anwar lahir di Medan, Sumatera Utara, 26 Juli 1922 – meninggal di Jakarta, 28 April 1949, dijuluki sebagai "Si Binatang Jalang" (dari karyanya yang berjudul Aku), adalah penyair terkemuka Indonesia. Ia diperkirakan telah menulis 96 karya, termasuk 70 puisi (kebanyakan tidak dipublikasikan). Bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, ia dinobatkan oleh H.B. Jassin sebagai pelopor Angkatan '45 sekaligus puisi modern Indonesia.
Chairil lahir dan dibesarkan di Medan, sebelum pindah ke Batavia (sekarang Jakarta) dengan ibunya pada tahun 1940, dimana ia mulai menggeluti dunia sastra. Setelah mempublikasikan puisi pertamanya pada tahun 1942, Chairil terus menulis. Puisinya menyangkut berbagai tema, mulai dari pemberontakan, kematian, individualisme, dan eksistensialisme, hingga tak jarang multi-interpretasi.

20. PATUNG DADA DR. GSSJ RATULANGI
Patung dada DR. GSSJ Ratulangi berlokasi di halaman Gedung KRIS, Jl. Sam Ratulangi, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat. Patung ini dibuat untuk mengenang seorang aktivis kemerdekaan Indonesia dari Sulawesi Utara, DR. Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi atau lebih dikenal dengan nama Sam Ratulangi.
Lahir di Sulawesi Utara, 5 November 1890 dan meninggal di Jakarta, 30 Juni 1949. Telah dinobatkan pemerintah RI sebagai pahlawan nasional Indonesia. Sam Ratulangi juga sering disebut-sebut sebagai tokoh multidimensional. Ia dikenal dengan filsafatnya: "Si tou timou tumou tou" yang artinya: manusia baru dapat disebut sebagai manusia, jika sudah dapat memanusiakan manusia.
Sam Ratulangi memiliki pemikiran-pemikiran yang sangat cemerlang serta brillian. Bahkan kepintarannya di bidang Matematika sudah tidak diragukan lagi. Ia dapat menghitung secara cepat tanpa bantuan alat penghitung (kalkulator). Pendapat-pendapatnya yang brilian sudah pernah mengemuka dan bahkan dibukukan. Tulisannya tersebut berisi tentang betapa pentingnya Indonesia Timur untuk jalur pedagangan di kawasan Asia Pacific. Bahkan peran Indonesia yang akan semakin penting sudah ia ‘ramalkan’ melalui bukunya “Indonesia in de Pacific” (tahun terbit 1937) yang mengulas dan mengupas masalah-masalah politik di seputaran negara-negara Asia yang berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik.

21. MONUMEN / PATUNG PERJOANGAN JATINEGARA
Lokasi Patung Perjoangan Jatinegara berada di ujung Selatan Jl. Matraman Raya, di sebuah area di tengah-tengah pertemuan Jl. Jatinegara Barat dan Jl. Urip Sumoharjo, persis di depan Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat Eukomunia (Gereja Protestan Jemaat Koinoia).
Monumen yang pembuatannya diprakarsai oleh Gubernur KDKI Jakarta Ali Sadikin ini tadinya akan dibangun di sekitar Viadek (viaducht) Jatinegara namun dibatalkan karena tempatnya yang tidak memungkinkan. Pembuatan patung memakan waktu 2,5 tahun dan baru diresmikan pada 7 Juni 1982 oleh Gubernur DKI Jakarta Tjokropranolo. Pembuatan patung dipercayakan kepada seorang pematung bernama Haryadi. Patung dibuat dengan bahan beton cor dan gips, dan pengecorannya dilakukan di Yogyakarta.
Monumen Perjuangan Jatinegara dibangun untuk mengenang peristiwa perjuangan rakyat pada masa perang kemerdekaan di wilayah Jakarta Timur, khususnya di wilayah Jatinegara, sebagai rangkaian perjuangan rakyat di daerah Pasar Jangkrik (Pasar Macan), Paseban, Kampung Melayu, Pulomas, dan daerah-daerah kecamatan lainnya di sekitar perbatasan antara Jakarta Timur dan Jakarta Pusat.
Monumen ini dibangun dengan gaya realis berbentuk 2 sosok manusia yang berdiri tegak di atas landasan setinggi 3 meter. Patung yang menggambarkan seorang pemuda berpakaian seperti seragam tentara (Pejuang TNI) saat itu dan lengkap dengan sepatu bootnya berukuran tinggi 2,5 m, berdiri tegak dengan tangan bersedekap di dada sambil memeluk senapan, ransel dipunggung, dan pada pinggang terdapat pistol, granat, golok (bayonet), dompet serta tempat minum dengan ciri khas tentara. Disampingnya berdiri patung seorang anak laki-laki setinggi 1 m bercelana pendek, telanjang dada, tanpa alas kaki dan di lehernya bergantung ketapel.
Pada landasan berdirinya 2 patung itu tertempel prasasti bertuliskan “Patung Perjoangan Jatinegara. Diresmikan oleh Gubernur KDKI Jakarta, Tjokropranolo. Jakarta, 7 Juni 1982.” Dan satu prasasti lagi bertuliskan: “Tiada Sesuatu Perjoangan Yang Lebih Luhur Daripada Perjoangan Kemerdekaan" "Tidak ada sesuatu perjuangan yang lebih luhur daripada perjuangan untuk kemerdekaan".

Sabtu, 07 Februari 2015

MONUMEN DAN PATUNG DI JAKARTA (3)

11. MONUMEN PERINGATAN PROKLAMASI & MONUMEN PROKLAMATOR
 Monumen Peringatan 1 Tahun Proklamasi Kemerdekaan RI
 Monumen Proklamator
Tulisan pada Tugu Petir
Tugu Petir
Taman Proklamasi terletak di Jl. Proklamasi (dahulunya disebut Jl. Pegangsaan Timur no.56), Jakarta Pusat. Didalamnya terdapat dua patung Soekarno-Hatta yang berukuran besar yang berdiri berdampingan, mirip dengan dokumentasi foto ketika naskah proklamasi pertama kali dibacakan. Ditengah-tengah dua patung Proklamator itu terdapat patung naskah proklamasi terbuat dari lempengan batu marmer hitam, dengan susunan dan bentuk tulisan mirip dengan naskah ketikan aslinya. Selain itu terdapat juga Tugu Petir, tugu peringatan satu tahun proklamasi kemerdekaan RI. Tugu ini memiliki bentuk obelisk seperti Monas tapi berukuran mini.
Setelah era reformasi, selain menjadi tempat yang spesial untuk acara peringatan Hari Kemerdekaan RI tiap tahunnya, lokasi ini pun menjadi tempat pilihan bagi berkumpulnya para demonstran untuk menyuarakan pendapat-pendapatnya.
Lain halnya ketika sore menjelang. Pada hari-hari yang biasa, para penduduk yang tinggal tak jauh dari lingkungan taman ini kerap berkunjung ke Tugu Proklamasi untuk berbagai aktivitas. Tempat ini menjadi tempat favorit anak-anak bermain, arena berolahraga, tempat berkumpul dan bertemu, atau hanya untuk duduk-duduk saja menghabiskan sore hingga senja datang.


12. MONUMEN PAHLAWAN REVOLUSI
Dibangun atas gagasan Presiden ke-2 Indonesia, Soeharto. Dibangun diatas tanah seluas 14,6 hektar dalam Kompleks Museum Lubang Buaya, Jakarta Timur. Monumen ini dibangun dengan tujuan memperingati perjuangan para Pahlawan Revolusi yang berjuang mempertahankan ideologi negara Republik Indonesia, Pancasila dari ancaman ideologi komunis.
Keenam pahlawan revolusi tersebut adalah:

  • Panglima Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad Yani 
  • Mayjen TNI R. Suprapto 
  • Mayjen TNI M.T. Haryono 
  • Mayjen TNI Siswondo Parman 
  • Brigjen TNI DI Panjaitan 
  • Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo

Jenderal TNI A.H. Nasution juga disebut sebagai salah seorang target namun dia selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan AH Nasution, Lettu Pierre Tendean tewas dalam usaha pembunuhan tersebut.

13. MONUMEN LUBANG BUAYA
Adalah sebuah tempat di kawasan Pondok Gede Jakarta Timur yang menjadi tempat pembuangan para korban Gerakan 30 September pada 30 September 1965. Secara spesifik, sumur Lubang Buaya terletak di Kelurahan Lubang Buaya di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.
Lubang Buaya pada terjadinya G30S saat itu merupakan pusat pelatihan milik Partai Komunis Indonesia. Saat ini di tempat tersebut berdiri Lapangan Peringatan Lubang Buaya yang berisi Monumen Pancasila, sebuah museum diorama, sumur tempat para korban dibuang, serta sebuah ruangan berisi relik.


14. MONUMEN TEKAD MERDEKA / PERJUANGAN SENEN & MONUMEN KESETIAKAWANAN NASIONAL
Monumen Tekad Merdeka / Perjuangan Senen ini terletak dekat pintu masuk Stasiun Senen. Dibangun untuk mengenang berbagai peristiwa yang pernah terjadi di daerah Senen dan sekitarnya. Senen dan sekitarnya adalah daerah yang pernah menjadi lokasi pertempuran pejuang-pejuang Indonesia selama perjuangan fisik Jakarta, terutama setelah kapal-kapal perang Sekutu mendarat di Teluk Jakarta (29 September 1945).
Monumen Perjuangan Senen melukiskan perjuangan massa revolusi fisik dengan mendapatkan dukungan dari segenap unsur masyarakat seperti rakyat, para pemuda dan pemudi, serta anak-anak. Para pemudi berada di garis belakang, dapur umum dan palang merah.
Patung Monumen Perjuangan Senen bergaya realistis dengan teknik pembuatan beton cor bubut batu semen yang didatangkan dari daerah Sleman Jawa Tengah. Ukuran patung orang dewasa setinggi dua meter dan anak-anak satu meter. Pematung terdiri dari tiga orang yaitu Sadiman, Suhartono dan Haryang Iskandar, dibantu oleh pelukis Suyono Palal. Pembuatan patung dilakukan di Sanggar Pucuk Citra dan diresmikan oleh Walikota Jakarta Pusat A. Munir pada tanggal 2 Mei 1982.

Monumen Kesetiakawanan Nasional terletak tidak jauh dari Monumen Senen, tepatnya didekat perempatan Jl. Kramat Bunder - Jl. Stasiun Senen dan Jl. Melati. Berupa patung sekumpulan orang dari berbagai profesi, seperti seorang pahlawan yang membawa bambu runcing, orang yang mengibarkan bendera merah putih, paktani, ibu-ibu dan anak-anak yang saling membantu, makanya disebut Kesetiakawanan Nasional. Dan tepat di bagian belakang patung tersebut terdapat ukiran batu panjang membentuk setengah lingkaran yang bercerita tentang kisah perjuangan nasional dan keberagaman bangsa kita.

15. PATUNG DADA MOH. HOESNI THAMRIN
Patung dada ‘Pahlawan Betawi’ ini berlokasi di Taman Monas, Jakarta Pusat, seperti yang terlihat pada gambar, berlatar belakang Monumen Nasional.