Setelah kita mengetahui monumen dan museum di ibukota Jakarta yang ternyata jumlahnya cukup banyak. Kiranya cukup untuk kita pelajari dan ketahui jejak-jejak bangsa ini di masa-masa lalu yang bisa kita renungkan untuk kemajuan bangsa ini di masa datang.
Mari kita refreshing dulu dengan mengunjungi taman-taman kota yang tersebar di ibukota tercinta ini.
Diantara gedung-gedung perkantoran bertingkat dan pusat perbelanjaan yang menjamur sampai pelosok-pelosok kota, kita masih patut untuk bersyukur ternyata Jakarta masih mempunyai ruang-ruang kosong yang sengaja dibuat untuk taman-taman hiburan rakyat, meskipun sebagiannya untuk saat ini kondisinya sudah tak terurus dan tak rapih lagi.
Tapi bagi warga Jakarta jangan dulu pesimis, karena pemprop DKI sudah mulai merenovasi kembali taman-taman supaya bisa digunakan oleh masyarakat meskipun dengan alokasi dana dari pemprop yang sangat minim sekali dibanding dengan negara tetangga, Singapura. Disana biaya pemeliharaan taman Rp20 ribu/m2, di Jakarta hanya Rp1000/m2, ironis sekali 1 berbanding 20, itu ungkapan dari Pakar Tata Kota Nirwono Joga dari Kementerian PU lho...
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Komunitas Peta Hijau Jakarta, ada sekitar 350 taman yang terdapat di wilayah ibu kota, namun karena banyak taman yang tidak terawat dengan baik hanya ada beberapa taman yang layak untuk dikunjungi, diantaranya:
Taman yang berada di kawasan Menteng Jakarta Pusat ini pada awalnya bernama Burgemeester Bisschopplein, yang diambil dari nama walikota (burgemeester) Batavia pertama yang bernama G.J. Bisshop di tahun 1916 - 1920. Pada jaman itu, masih berupa lapangan berbukit kecil. Kemudian setelah direnovasi, berubah menjadi sebuah taman yang asri.
Saat ini taman yang berbentuk lingkaran seluas 16.322 m2 ini dikelilingi pepohonan yang rindang, jalan setapak meliuk dengan indahnya dan bertebarannya beberapa patung karya pematung dari beberapa Negara ASEAN yang turut mempercantik taman ini membuat kita betah untuk nongkrong atau duduk-duduk santai disana terutama pada akhir pekan.
Kala sore menjelang, disini kita akan melihat pemandangan orang-orang yang berolahraga di jogging track yang dibuat dari batuan alam di dalam taman itu. Di salah satu sudut taman nampak beberapa orang musisi yang rutin berlatih dengan instrumen musiknya yang kemudian para musisi ini membentuk Taman Suropati Chamber.
Posisi taman: antara Jalan Imam Bonjol dan Jalan Pangeran Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat.
(baca juga disini).
Berada tak jauh dari Taman Suropati, ada juga taman lainnya yang tak kalah asri dan terkenal. Taman Situ Lembang namanya. Beberapa tahun lalu, bisa dibilang taman yang satu ini menjadi tempat tongkrongan wajib para anak muda. Mulai dari geng mobil, geng motor, atau yang sekedar ingin nampang. Selalu ramai di malam hari, apalagi kalau malam minggu. Selain itu juga ada banyak sekali pedagang makanan yang berjualan di taman ini. Kini, walaupun sudah tidak seramai dulu tapi masih banyak dikunjungi oleh para pelancong yang datang dari jauh maupun warga sekitar.
Di taman ini terdapat berbagai sarana rekreasi yang disukai pengunjung, antara lain: danau cantik dan cukup besar di tengah tamannya yang airnya berasal dari sumber air alam, dihiasi dengan bunga-bunga teratai berwarna pink dan putih yang sedap dipandang mata. Ada bangku-bangku batu di sekeliling danau buatan untuk tempat duduk. Ada arena tempat bermain anak-anak, tempat mancing dan jogging track untuk berolahraga lari santai.
Kiranya tidak akan rugi kalau sesekali untuk melepaskan kepenatan dan kelelahan sementara dari sibuknya kota, kita bisa mampir di taman seluas 11.150 m2 ini untuk menikmati pesona danau, sambil menyantap jajanan murah meriah yang terdapat di sepanjang taman.
Masih di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, ada Taman Menteng. Taman ini sangat ramai baik siang maupun malam terutama pada akhir pekan. Tempat yang pas untuk nongkrong konkow bersama teman-teman. Karena di sana banyak berkumpul kelompok pecinta sepeda, skateboard dan lain-lain. Yang lebih seru, taman ini juga dipenuhi dengan pemusik jalanan yang sangat kreatif.
Taman seluas 3,4 hektar ini dulunya adalah lapangan Sepak Bola Persija–Menteng yang telah ada sejak tahun 1920an, bernama Voetbalbond Indiesche Omstreken atau V.I.O.S Veld. Diresmikan pada tanggal 28 April 2007 dan dikategorikan sebagai taman publik yang memiliki fasilitas olahraga, 44 sumur resapan, dan lahan parkir.
Bagi anda yang ingin menikmati tempat wisata gratis di Jakarta dan stay di taman ini sampai malam, tidak usah khawatir, karena taman ini justru ramai kalau malam hari karena banyak orang yang datang untuk berolahraga sambil menikmati wisata kuliner.
Ciri khas taman ini adalah adanya dua buah bangunan rumah kaca yang menyimpan berbagai spesies tanaman hias. Biasanya dijadikan sebagai ruang pameran dan acara lainnya.
Lokasi taman: Jl. HOS. Cokroaminoto 87 Menteng, Jakarta Pusat.
Di zaman Belanda taman ini bernama Waterloo Plein namun oleh penduduk Jakarta disebut sebagai taman Lapangan Singa karena adanya patung berbentuk singa disana. Setelah peristiwa pembebasan Irian Barat maka ditengah taman dibangun Monumen Pembebasan Irian Barat dan namanya diubah menjadi taman Lapangan Banteng, banteng merupakan salah satu satwa asli Indonesia.
Sekitar tahun 1980-an taman ini sempat dipergunakan sebagai terminal bus untuk rute dalam dan luar kota. Pada tahun 1993 fungsi Lapangan Banteng dikembalikan lagi sebagai ruang terbuka hijau kota. Taman kota yang luasnya kurang lebih 4,5 hektar dan dapat dipergunakan untuk berbagai macam kegiatan: seperti rekreasi, pameran, olahraga dan latihan seni beladiri, perlombaan dan lain sebagainya.
Pasti sudah tidak asing dengan ikon kota Jakarta yaitu Monumen Nasional atau yang dikenal dengan nama Monas. Nah, di dalam kompleks Monas ini terdapat sebuah taman yang cukup besar dan rindang. Jogging track, reflexology track, bahkan air mancur dan beberapa kursi taman tersedia di sini. Interior taman di kompleks Monas ini memang ditata sedemikian rupa. Anda juga bisa melihat beberapa patung kreasi seniman Indonesia di beberapa sudut taman.
Monumen Nasional mulai dibangun 17 Agustus 1961 hingga 1968, dibuka untuk umum 1972 dengan Arsitek Utama: Ir. Soekarno, Arsitek Pelaksana: Soedarsono dan Penasehat Konstruksi: Prof. Ir. Rooseno.
Ruangan-Ruangan di Monumen Nasional yaitu terowongan, sebagai pintu gerbang masuk Monumen Nasional. Kemudian, terdapat Ruang Museum Sejarah Monumen Nasional yang menampilkan 51 adegan diorama sejarah, terletak 3 meter dibawah permukaan halaman dengan ketinggian 8 meter dan luas 80 x 80 meter. Ruang Kemerdekaan yang menampilkan 4 atribut kemerdekaan, yaitu: Teks Proklamasi, Burung Garuda, Kepulauan Indonesia dan Pintu Gapura yang berisi suara pembacaan teks Proklamasi oleh Ir. Soekarno. Pelataran Cawan, terletak pada ketinggian 115 meter dari permukaan halaman Monumen Nasional dengan luas 45 x 45 meter. Lidah Api Kemerdekaan, terbuat dari perunggu seberat 14,5 ton semula dilapisi emas seberat 32 kg dan pada tahun 1995 saat Republik Indonesia berusia 50 tahun, ada penambahan emas seberat 18 kg, sehingga berat emas pada Lidah Api Kemerdekaan menjadi 50 kg. (baca juga disini, disini atau disini).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar