Masih di wilayah Jakarta Pusat, kita bisa
bertandang untuk berwisata sejarah di museum-museum:
MUSEUM ADAM MALIK
Museum Adam Malik adalah sebuah
bangunan berlantai dua beraksitektur model rumah peninggalan Belanda dengan
dindingnya dipenuhi jendela dan kaca. Berdiri di atas lahan seluas 3.000
meter, terletak di jalan Diponegoro 29, Menteng, Jakarta Pusat. Dulunya
adalah rumah kediaman bekas wakil presiden RI ke 3, Adam Malik. Setelah beliau
wafat, pihak keluarga memutuskan menjadikan rumah ini sebagai museum. Dan
peresmiannya dilakukan oleh Ibu Tien Soeharto pada 5 September 1985 tepat
setahun setelah Adam Malik wafat. Pengelolaan museum ini dipercayakan kepada
Yayasan Adam Malik.
Pada masanya, Museum Adam Malik
merupakan museum swasta terbesar di Jakarta. Museum itu memiliki beragam
koleksi, yang bisa dibagi dalam 13 jenis. Yakni lukisan non-Cina, lukisan Cina,
ikon Rusia, keramik, buku, senjata tradisional, patung batu dan logam, ukiran kayu,
batu permata, emas, tekstil, kristal, dan fotografi.
Koleksi benda-benda arkeologis pun
lumayan banyak. Diantaranya arca Ganesha, arca Bhima, benda prasejarah, arca
Buddha Aksobhya, Lingga, Dewi Durga, dan Dewa Siwa. Koleksi yang dipandang
adikarya adalah keramik Cina yang berasal dari Makassar dan situs Buni (Bekasi, Jawa
Barat). Koleksi paling spektakuler adalah prasasti Sankhara yang diperkirakan
berasal dari abad ke-8.
Sayang sekali tahun 2000-an yayasan
mulai keteteran untuk biaya operasional museum, sedangkan kucuran dana bantuan
pemerintah untuk museum sudah distop. Maka pada tahun 2006, museum resmi
ditutup dan bangunan itu dijual kepada pengusaha Harry Tanoe.
Menjelang ditutup, pihak yayasan
pernah menawarkan koleksi museum ini ke pemerintah. Namun tak ada respons
positif. Akhirnya, koleksi museum mulai dijual ahli waris sedikit demi sedikit,
ke toko barang antik, ke kolektor sampai ke tukang loak.
MUSEUM JOANG 45
Sebuah gedung tua yang berlokasi di
Jl. Menteng Raya no.31, Menteng, Jakarta Pusat, dibangun oleh LC Schomper tahun
1939 sebagai hotel yang diberi nama "Hotel Schomper". Hotel itu pada
masanya merupakan hotel termewah di Jakarta, sebagai tempat persinggahan
sementara bagi para pejabat Belanda dan pejabat pribumi yang datang ke Jakarta. Pada masa pendudukan Jepang,
gedung ini digunakan sebagai markas Seidenbu atau Jawatan Propaganda Jepang dan
namanya berubah menjadi Gedung Menteng 31. Sejak Juli 1942 dijadikan tempat
pendidikan politik para pemuda Indonesia dengan pembicara diantaranya adalah
Soekarno, Hatta, Moh. Yamin, Sunaryo, dan Achmad Subarjo. Dan yang memperoleh
pendidikan politik diantaranya adalah Sukarni, Adam Malik, Chaerul Saleh, A.M.
Hanafi dan beberapa lagi lainnya yang kemudian dikenal sebagai Pemoeda Menteng
31.
Gedung ini berubah nama lagi menjadi
Museum Joang ’45 terjadi pada tanggal 19 Agustus 1974, yang peresmiannya
dilakukan oleh, ketika itu, Presiden Soeharto dan Gubernur DKI Ali Sadikin.
Koleksi yang dimiliki oleh Museum
Joang '45 diantaranya: berbagai benda bersejarah yang pada waktu itu digunakan
oleh para pejuang Indonesia seperti peralatan perang, pakaian, bendera kesatuan
laskar-laskar atau pataka-pataka, foto-foto tokoh Pemuda, koleksi Patung Dada
para pahlawan, Diorama dan lukisan perjuangan sekitar 1945-1950, bahkan juga
koleksi mobil dinas REP 1 dan REP 2 yang pernah dipergunakan oleh Bung KARNO
dan Bung HATTA sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI. Selain itu ada juga film
dokumenter Perjuangan 45 yang merupakan Arsip Nasional.
Museum Joang 45 terbuka untuk umum
dalam aktivitasnya, pengunjung dapat mendaftarkan diri untuk dapat terlibat
dalam aktivitas museum, seperti: Penyuluhan Permuseuman, Pameran dan Diskusi,
Partisipasi Jabodetabek dan Dalam Daerah, dll.
Museum JOANG ini buka setiap harinya
sejak Hari Selasa hingga Minggu. Mulai Pukul 09.00 Wib – 15.00 Wib. Tiket Masuk Museum cukup murah yaitu: Dewasa Rp.
2.000,-; Anak-anak Rp.600,- dan Mahasiswa
Rp.1.000,-
Untuk sampai di Museum Joang 45, kita bisa naik Busway koridor 2, 2A
atau 2B, berhenti di halte Gambir. Dari sana tinggal jalan
menuju arah Cikini. Stasiun terdekat adalah stasiun Gondangdia.
MUSEUM KATEDRAL
Museum yang terletak di balkon utama
Gereja Katedral di jalan Katedral No.7B, Pasar Baru. Sawah Besar, Jakarta Pusat
ini, dulunya digunakan sebagai tempat paduan suara gereja. Diprakarsai oleh
Pater Rudolf Kurris, dan diresmikan pada 28 April 1991.
Benda-benda bersejarah koleksi
museum ini diantaranya: Alat-alat Ibadat, Kasula, Patung-patung, Buku-buku,
Lukisan dan Foto, Ruang Duduk, berbagai benda seperti : Organ, Relikwi delapan
Santo anggota Sarikat Yesus, Vandel, Kaleng Misi, Alat Mati Raga, dll.
Museum Buka setiap hari Senin, Rabu
dan Jumat
Pukul 10.00 – 12.00 WIB
Untuk sampai di museum ini kita bisa
menggunakan busway koridor 5A dan 7A.
MUSEUM KEBANGKITAN NASIONAL
Bangunan bersejarah peninggalan
kolonial Belanda ini dibangun pada 1899. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda
dipergunakan sebagai Sekolah Dokter Djawa dan sekolah kedokteran bumiputera
yang lebih dikenal dengan STOVIA. Pendidikan kedokteran ini lalu dipindahkan ke
Jalan Salemba (sekarang FK UI), dan bangunan STOVIA ini dijadikan asrama dan
sekolah pendidikan lainya, seperti Sekolah Asisten Apoteker, MULO dan AMS.
Pada 1942-1945 pemerintahan Jepang
yang berkuasa memfungsikan gedung ini sebagai tempat penampungan tawanan perang
tentara-tentara Belanda.
Setelah masa Proklamasi Kemerdekaan
gedung ini dimanfaatkan sebagai tempat hunian bagi bekas tentara KNIL Belanda yang berasal dari Ambon beserta keluarganya.
Gedung STOVIA menjadi menjadi saksi
bisu lahirnya organisasi-organisasi pergerakan kebangsaan, yaitu Boedi Oetomo,
Trikoro Dharmo (Jong Java), Jong Minahasa, Jong Ambon, dan lain-lain. Dan di
gedung ini juga beberapa tokoh seperti Ki Hadjar Dewantara, Tjipto Mangoenkoesoemo
dan R. Soetomo pernah menimba ilmu.
Pada 20 Mei 1974 Presiden Soeharto
meresmikan penggunaan Gedung Eks-STOVIA sebagai gedung bersejarah yang diberi
nama “Gedung Kebangkitan Nasional”.
Didalam gedung yang bernuansa Eropa
tersebut, kita akan menjumpai beberapa ruang yang menyimpan sejarah penting
Boedi Oetomo, Ruang Peragaan Persidangan Pembelaan dr. H.F. Roll, ruang Stovia
dan ruang Peragaan Kelas Kartini. Di ruang STOVIA Anda akan menyaksikan sejarah
masuknya kedokteran di Indonesia di mana ruang tersebut menyimpan
alat-alat kedokteran masa lampau.
Anda juga akan bisa melihat-lihat
senjata perang masa penjajahan seperti meriam milik VOC dan bambu runcing.
Kemudian, ada replika kapal Portugis, Kapal Kolonial Belanda, kapal tradisional
Bugis Pinisi dari Sulawesi Selatan. Lalu ada Patung R. Soetomo, salah satu
pendiri dan ketua pertama perkumpulan Boedi Oetomo, Patung Ki Hajar Dewantara,
Patung Maria Josephine Catherine Maramis (Maria Walanda Maramis). Selain itu
ada pula koleksi perabotan, jam dinding, lampu antik, genta, foto, diorama dan
lukisan.
Lokasi Museum Kebangkitan Nasional
di Jalan Abdul Rahman Saleh No. 26, Jakarta Pusat
Karcis masuk Rp.2.000 per orang.
Buka: Selasa – Jumat (08.30 –
15.00), Sabtu – Minggu (08.00 – 14.00). Senin dan Hari Libur Nasional tutup.
MUSEUM MOHAMMAD HOESNI THAMRIN
Museum MH Thamrin, awalnya adalah
bangunan milik seorang Belanda bernama Meneer De Has yang dibeli oleh Mohammad
Hoesni Thamrin dan kemudian dihibahkan untuk kepentingan kaum pergerakan kepada
organisasi PPPKI (Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia) karenanya gedung ini sempat
dikenal sebagai Gedung Pemufakatan Indonesia.
Museum Husni Thamrin merupakan salah
satu museum di DKI Jakarta yang dikhususkan untuk mengenang jasa pahlawan
nasional Mohammad Hoesni Thamrin, seorang tokoh masyarakat Betawi yang dengan
gagah berani, jujur dan terbuka mensuarakan kepentingan rakyat pribumi di dalam
rapat-rapat Dewan Kota Praja yang dihadiri oleh sebagian besar kaum penjajah
(Belanda) pada saat itu.
Museum MH Thamrin merupakan bangunan
berarsitektur khas Betawi yang terdiri dari satu lantai dengan patung MH
Thamrin tepat berada di depan musium. Di dalam musium terdapat koleksi saksi
sejarah yang pernah digunakan oleh MH Thamrin antara lain: Foto-foto reproduksi
Thamrin waktu kecil dan foto-foto tentang kiprah perjuangan tokoh Betawi ini
dalam pergerakan nasional Indonesia, Foto-foto reproduksi suasana kota Jakarta pada zaman itu, Replika rapat di
rumah MH. Thamrin, Radio yang digunakan untuk mendengarkan siaran dari dalam
dan luar negeri, Kaca rias, Sepeda ontel kuno yang pernah digunakan oleh MH
Thamrin, Meja makan, Materai, Alat musik khas Betawi, Bale-bale tempat
pembaringan terakhir jenazah MH Thamrin, Lemari pakaian, Kursi, Piring hias,
Blangkon dan Buku-buku kepustakaan naskah yang berisi tentang MH Thamrin dan
pidato-pidatonya Thamrin di Volksraad.
Koleksi museum yang tak kalah
penting lagi adalah sebuah biola WR Soepratman dan teks konsep lagu Indonesia
Raja terdiri dari 6 bait karangan WR Soepratman. Memang di gedung inilah WR
Soepratman memperkenalkan lagu gubahannya pada setiap kesempatan pertemuan kaum
pergerakan, yang kini lagu itu telah menjadi lagu Kebangsaan Indonesia. Kemudian ada pula perangko
Muhammad Hoesni Thamrin (1894-1941) senilai 250 sen dan perangko Abdul Moeis
senilai 200 sen.
Akses jalan menuju museum ini agak
sulit, karena letaknya yang berada di perkampungan penduduk, di Jalan Kenari II
nomor 15, Jakarta Pusat, dimana di pintu masuk dari arah jalan Kramat Raya kita
harus menembus kepadatan Pasar Kenari sebagai pusat bisnis peralatan elektronik
yang semakin berkembang yang seakan menutup jalan menuju museum, hanya dengan jalan
kaki atau kendaraan kecil yang dapat melewatinya.
Waktu kunjungan musium adalah setiap
hari selasa sampai hari minggu dari pukul 09:00 WIB sampai pukul 15:00 WIB sedangkan untuk hari Senin atau
hari besar nasional tutup. Untuk harga tiket masuk Dewasa dikenakan biaya Rp
2.000, sedangkan Mahasiswa dikenakan biaya Rp 1.000,- dan pelajar atau
anak-anak dikenakan biaya Rp. 600,-.
Transportasi menuju Museum: Mikrolet M-01, jurusan Kp. Melayu
– Senen, PPD 916 jurusan Kp. Melayu – Tanah Abang atau Busway Koridor 5, 7A dan
7B.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar